foto: https://www.google.co.id/ |
Islam adalah Agama rahmatan lil ‘alamin yang bersifat universal. Artinya, misi dan ajaran islam tidak hanya ditunjukkan pada satu kelompok atau negara, akan tetapi semua kalangan atau kelompok dapat juga merasakan ajran isalam yang penuh dengan kedamian dan persaudaraan. Seluruh umat manusia, bahkan jagat raya pun berhak mempelari agama islam dengan makna yang bersifat rahmatan lil ‘alamin. Namun demikian pemaknaan universal islam dalam kalangan umat muslim sendiri tidak seragam. Ada kelompok yang mendefinisikan bahwa ajaran islam yang dibawa oleh nabi Muhammad yang ber nota-bene berbudaya arab adalah final, sehingga harus diikuti apa adanya. Ada pula salah satu kelompok yang memaknai universal ajaran islam sebagai yang tidak terbatas pada waktu dan tempat, sehingga bisa masuk ke budaya apapun.
Banyak
kelompok yang bermunculan mengenai ajaran islam, dengan demikian Kelompok pertama
berambisi menyeragamkan seluruh budaya yang ada di dunia menjadi satu,
sebagaimana yang dipraktekkan Nabi Muhammad. Budaya yang berbeda dianggap bukan
sebagai bagian dari Islam. Kelompok ini disebut kelompok fundamentalis.
Sementara kelompok kedua menginginkan Islam dihadirkan sebagai nilai yang bisa
memengaruhi seluruh budaya yang ada. Islam terletak pada nilai, bukan bentuk fisik
dari budaya itu. Kelompok ini disebut kelompok substantif. Ada satu lagi
kelompok yang menengahi keduanya, yang menyatakan, bahwa ada dari sisi Islam
yang bersifat substantif, dan ada pula yang literal.
Kehadiran
wacana Islam Nusantara (IN) tidak terlepas dari pertarungan tiga kelompok di
atas. IN ingin memosisikan diri pada kelompok ketiga. Ia muncul akibat “kegagalan”
kelompok pertama yang menghadirkan wajah Islam tidak ramah dan cenderung
memaksakan kepada budaya lain, bahkan menggunakan kekerasan dalam mendakwahkan
Islam. Begitu juga kelompok kedua yang dianggap mendistorsi ajaran Islam. Namun
demikian IN belum menelurkan gagasan filsafat yang rasional (belum menghasilkan
kesarjanaan Islam yang tinggi). Frasa ini baru muncul sebagai konsep, ketika
akan diselenggarakannya muktamar NU ke-33 di Jombang, Jawa Timur. Sementara
menurut kalangan intelektual NU, IN sudah dipraktekkan sejak zaman Wali Songo
di Jawa. Bahkan, IN diklaim NU sebagai konsep dakwah Islam paling ideal
dibanding Islam Timur Tengah.
Pandangan intelektual NU
Islam
Nusantara (IN) terdiri dari dua kata, Islam dan Nusantara. Islam berarti penyerahan,
kepatuhan, ketundukan, dan perdamaian. Agama ini memiliki lima ajaran pokok
sebagaimana diungkapkan Nabi Muhammad, yaitu “Islam
adalah bersaksi sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa dan
menunaikan haji—bagi
yang mampu. Selain itu Islam memiliki dua pedoman yang selalu dirujuk, Alquran
dan Hadist. Keduanya memuat ajaran yang membimbing umat manusia beserta alam
raya ke arah yang lebih baik dan teratur.
Perdebatan
mengenai istilah IN di kalangan intelektual NU terletak pada label kata“nusantara”
yang mengikuti kata “Islam”.
Kata ini bisa memengaruhi makna Islam yang tidak hanya dimaknai secara
normatif, tapi juga variatif. Ketika Islam dan Nusantara menjadi frase Islam
Nusantara, artinya sangat beragam. Tergantung cara padang atau pendekatan
keilmuan yang dipakai. pemahaman, dan keayakinan orang beragama. Wujudnya terbentuk
dari proses faktualisasi ajaran yang tidak terlepas dari latar belakang
sosio-histori umat beragama. Seperti, tingkat pengetahuan, budaya, ekonomi,
politik dan sejarah. Dengan latar belakang yang berbeda, sudah tentu
keberagamaan yang terwujud pun berbeda. Jadi, ada Islam Arab, Islam India, Islam
Nusantara, Islam Amerika dan seterusnya adalah keniscayaan.
Pengaruh islam terhadap budaya indonesia
Dengan
mengacu pada konsep Islam Nusantara (IN) di atas, budaya Islam; nilai-nilai islam,
teologi (sistem kepercayaan), pemikiran, dan praktek ibadah yang bersifat qath’i,
juga dianggap sebagai ajaran islam yang bersifat lokal-Arab. Sementara budaya
Indonesia adalah pemikiran, perilaku, kebendaan, dan sistem nilai yang memiliki
karakteristik tertentu, seperti keyakinan dan kepercayaan yang berbeda-beda,
terbuka, egaliter, tidak merasa paling tinggi satu sama lain, sopan-santun,
tata krama, toleransi, weruh saduruning winarah dan suwuk, hamengku,
hangemot, dan hangemong. Jadi, ini adalah unsur-unsur budaya
islam dan nusantara.
Tradisi
adalah adat kebiasaan yang turun temurun dari nenek moyang yang masih
dijalankan masyarakat. Adapun tradisi isalam adalah suatu adat kebiasaan yang
didalamnya terdapat nilai-nilai agama islam. Tidak dapat di pungkiri bahwa seni
dan kebudayaan islam yang berkembang diseluruh kepulauan Indonesia banyak di
pengaruhi kebudayaan-kebudayaan yang sudah lama berada di kesukuan tersebut.
Selain itu, kebudayaan islam Indonesia berkembang setelah terjadi akulturasi
(percampuran dua kebudayaan atau lebih yang salng bertemu dan saling
mempengaruhi) dengan kebudayaan saat itu.
Tradisi
islam nusantara dipengaruhi oleh budaya local yang ada di setiap daerah yang
berada ditataran indonesia. Budaya Indonesia sebagai “tuan
rumah”aktif
dalam menjaga, memberi tempat, dan membina Islam agar tidak berbenturan. Ini menunjukkan
bahwa ketika masuk dalam budaya lokal, Islam diletakkan dalam posisi tertentu
sehingga tidak memengaruhi unsur-unsur budaya Nusantara. Ibarat rumah, Islam hanya
diperbolehkan masuk ke kamar tertentu tetapi dilarang masuk kamar lain. Atas
dasar inilah konsep IN memberikan sumbangsih besar pada pemeluk islam diseluruh
dunia dengan kearifan budaya local dapat tercipta lebih eratnya tali
persaudaraan sesama
muslim.
No comments:
Post a Comment